Rabu, 03 Juli 2013

Kakak Akhirnya Memilih

Hei, ternyata cerita tentangmu belum usai seperti yang kuharapkan, seperti cerita tentang relasi yang sudah selesai dalam behangat.com.

Kukira setelah puisi itu dan terhentinya kabar yang biasanya saling kita kirimkan, tak akan lagi kudengar apa pun tentangmu. Pun saat kauabaikan pesan-pesanku. Pesan di inbox dan pesan singkat ke ponselmu tak kau pedulikan. Ya sudah, aku diam. 

patah hati
freepik.com

Padahal, aku hanya ingin kembalikan buku-buku yang kaubilang sangat berharga itu. Namun, diabaikan begini, ya sudah bukunya kusimpan saja.

Eh, sebenarnya aku punya sih alamatmu. Aku masih menyimpannya kalau-kalau aku mau kirim sesuatu sebagai kejutan. Itu alasanku saat kita masih sangat dekat. 

Setahun sudah lewat tanpa terasa. Aku memang tak pernah lagi menunggu kabarmu terlebih kau telepon lebih dulu. Cinta sudah lewat, begitu kata Kahitna. 

Namun, semalam sahabatmu mengabari kalau sudah ada yang mendampingimu. Wow! Kau sudah punya pacar baru dan dikenalkannya gadis itu pada sahabatmu. Itu manis dan menyakitkan sekaligus. Mengingat aku seorang eksistensialis, tindakanmu itu membuatku perih.

Dulu, tiga tahun kita bersama, relasi kita serupa hubungan rahasia. Sangat rahasia buatmu, bukan buatku. Betul memang katamu dulu, semua kesedihan yang kautinggalkan masih lebih sedikit atau lebih ringan ketimbang luka-luka yang sudah kupunya sebelum itu. 

Untuk banyak hal, hari - hari bersamamu sangat mengesankan buatku. Dalam energi negatif dan positif sekaligus, aku bisa merasakan perhatian, kecerdasan, dan kasih sayangmu. Aku merasakan itu meski tak setiap hari, tak sepanjang waktu, meski hanya sesekali.

Aku mungkin sedih, mungkin juga patah hati, mungkin juga perlu waktu berhari-hari untuk mengalihkan pikiran tentangmu, semua tentangmu. 

Keingintahuanku tentang siapa perempuan itu, tentang bagaimana kau memperlakukan dia, tentang ekspresi wajahmu saat bersamanya, tentang kebersamaan kalian, tentang tangannya yang kaugandeng saat kalian menyeberang jalan, tentang genggaman tanganmu saat ia sedih, tentang dada bidangmu yang dia sandari, tentang tatapan matamu yang melekat saat kalian duduk berhadapan, tentang kalimat-kalimatmu yang kadang menggoda, bahkan tentang puisi-puisi yang khusus kautulis untuknya.

Huaah! Itu menyesakkan! Itu membuatku sedih dan rindu. Seandainya kau masih buka pintu untuk komunikasi kita, mungkin tak terasa sedihnya. Membalas pesanku saja kau enggan, apalagi berbagi cerita tentang hidupmu sekarang. Itu sangat mustahil.

Aku tahu, kau takkan lupa peristiwa-peristiwa khusus tentang kita. Aku tahu, aku menempati tempat kecil di hatimu sekalipun kau bilang takkan pernah bisa mencintaiku.

Kita sangat dekat, kau sendiri yang bilang. Meski saat itu kita hanya bermain-main di taman mimpi, tapi layaknya mimpi, ada mimpi yang sangat berkesan sehingga melekat susah hilang. 

Kenanganku selalu baik tentangmu meskipun berbagai dugaan kadangkala mampir di pikiranku. Tentang penelitianmu terhadap negativitas. Mungkinkah semua yang terjadi di antara kita kauanggap sebagai laboratorium negativitas? Aku adalah objek penelitianmu dan kau sang profesor yang mencoba menerapkan terori-teori kepadaku.

Aku memang harus melepasmu, menerima kabar itu bahkan pernikahanmu kelak dengan emosi apa pun. Sedih, kecewa, sebal, rindu, dan sayang sekaligus. Ketika aku mulai bisa melepas masa lalu sebelummu, berhasil melepasnya tanpa harus membuang. Ini saatnya rindu melepas kenangan.

Semua rinduku harus bisa menerima pilihan-pilihanmu. Aku akan sama dengan perempuan-perempuan masa lalumu: Prijasaka, Bidadari, dan Kirana. Kausimpan di rak masa lalu berikut detail kenangan kita. 

Ya sudah, memang sudah selesai. Puisi Untuk Beruang Madu yang kutulis buatmu setahun lalu sudah menutupnya. Kaubilang, "Adek yang kirim puisi itu sebagai surat putus cinta. Kenapa adek yang sedih?"

Hm..apa kau sedih saat aku pamit? Seperti kata Huda, tak ada yang tak sedih saat hubungan selesai. Kau pernah menempati ruang penting dalam kekinian. Keadaan itu pasti meninggalkan kesan mendalam buatku juga buatmu. 

Aku HARUS percaya kalau kau selalu menyimpanku. Jika saat ini kau tak mau mengangkat teleponku atau menjawab pesanku, itu mungkin caramu memutus ingatan; melepas kenangan.

Setiap orang pasti punya idealita yang berbeda dalam menyikapi hidupnya. Mungkin menurutmu, hal yang ideal dalam relasi kita adalah berhenti berhubungan, tapi bagiku, pilihan sikap itu tidak dewasa dan sangat menyebalkan. Sayangnya, aku harus menghargai pilihanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar