Apa yang bisa membuat hidup terasa lebih hidup?apa yang bisa membuat kita bisa mengatakan "life is never flat" ? Jika pertanyaan itu dilontarkan padaku, jawabanku adalah impian. Bukan karena terinspirasi Laskar Pelangi tetapi semua yang kualami dan kuterima dalam tiga puluh tahun perjalanan hidup membuatku menarik kesimpulan bahwa impian membuat hidup kita lebih hidup. Impian membuat hidup kita menjadi istimewa.
Definisi "impian" untuk setiap orang tidak sama. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, definisi impian adalah cita-cita-cita (keinginan) yg mustahil atau susah dicapai; sementara seorang blogger lebih sepakat dengan pendapat Napoleon Hill, "Impian adalah cetak biru (blue print) untuk prestasi terbesar kita". Aku sendiri memahami impian sebagai sesuatu yang membuat kita bersemangat menjalani hidup.
Lalu, apa impianku? sudahkah aku berusaha mewujudkan impian-impian itu?aku punya banyak impian. impian sederhana, impian spektakuler, impian jangka pendek,dan impian jangka panjang. Namun, dari deretan impian itu hanya segelintir yang berhasil kurealisasikan. Malu juga di usia 30 tahun, tak banyak karya yang sudah kuciptakan dari tanganku, dari pikiranku, dan dari hatiku. Yang tercipta malah tumpukan luka yang menyayat dan begitu dalam. Tapi, sudahlah. Toh, luka itu pula yang membimbingku menjadi lebih aktif merenungi hidup. Merenungi 5W 1H dalam pengembaraan hidupku ^_^
Luka-luka itu pula yang mempertemukan aku dengan beberapa orang yang mengubah paradigmaku berpikir tentang banyak hal dalam hidup. Aku memang bukan seorang arif bijaksana. Hati dan pikiranku masih diliputi dendam, iri, dengki, jahil, dan sejenisnya. Namun, di atas itu semua, aku masih punya nurani dan nilai yang berharga sebagai amunisi berbagi kekuatan dan kasih sayang dengan sesama.
Kembali pada impian. Aku selalu menoleh ke belakang, ke masa lalu, setiap kali kuingat impian-impianku. Bersyukur bahwa impian-impianku di masa lalu berhasil kurealisasikan. Beberapa yang teringat adalah kuliah di luar kota Bandung, punya pacar, naik gunung, bertemu dan bercakap-cakap dengan Sujiwo Tejo, dapat tanda tangan Sapardi Djoko Damono, menyaksikan Taufik Ismail membaca puisi, menonton koreografi tari, teater, atau konser musik klasik.Singgah di banyak tempat di negeri ini, pernah menjadi asisten Sultan&Ratu Kesultanan Ternate, menjadi dosen,membaca banyak buku yang mencerahkan, menjadi wartawan, dan pernah punya suami yang pandai main gitar meski tak berkaca mata dan latar belakangnya bukan mahasiswa kedokteran.Juga menjadi seorang guru. Ini bukan impian tetapi cita-cita semasa kanak-kanak dulu.
Kini, di usia tiga puluh tahun, ketika hidup terasa sangat rumit dengan pekerjaan rumah sebagai manusia, individu, wanita, dan ibu yang makin kompleks, impian-impianku pun tak pernah surut. Sebagian besar memang masih tentang diriku, sisanya untuk Lintang. Waduh, ibu macam apa ini? hahaha..any way kukira itu bukan masalah. Gimana pun, aku adalah individu. Meski Lintang lahir dari rahimku, dia tetaplah individu yang berbeda denganku. Seperti kata Kahlil Gibran,"Anak-anak kita milik zamannya maka biarkan mereka berkembang tanpa harus kita paksa menjadi seperti yang kita inginkan. kita cukup membimbing dan mengarahkan." Nah, aku akan tetap berada di sampingnya, menyayanginya sepenuh hatiku tetapi takkan memaksanya menjadi apa yang kuinginkan. Yang penting Lintang menjadi wanita salehah yang berakhlak mulia dan bermanfaat bagi sesamanya. Wanita yang tangguh.itu impianku untuknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar