Sabtu, 19 November 2011

20-11-2011

Baru sadar kalau ini angka cantik.20-11=2011.Angka cantik,tapi tidak untuk hatiku dan Lintang. Seperti mimpi,ada perempuan yang mau dengannya. Laki-laki yang minder, manja, labil, dan ringan tangan. Dulu, setiap aku sangat marah kepadanya, sangat sedih akibat perlakuannya, atau memar karena dipukulinya,aku selalu berpikir mungkin hanya aku satu-satunya perempuan yang mau menjadi teman hidupnya.

Ups, ternyata salah. Setelah kami berpisah dan dia tak mau lagi kembali meski anak kami memohon setiap waktu, dia menikah lagi. What a surprise! What a shocking news! Ternyata ada juga perempuan yang mau hidup dengannya. Perempuan yang baru memulai persoalan berat dalam hidupnya. Aku memang tak tahu proses yang mereka lalui hingga dia memutuskan perempuan ini menjadi istrinya dan begitu pula sebaliknya. Aku juga tidak tahu apa kelebihan perempuan ini. Yang kutahu dia masih gadis, sarjana, dan mau berhenti bekerja setelah menikah. Hal yang sama yang kulakukan dulu. Berhenti dari semua aktivitasku selain menemani dia dan bermain ala kadarnya dengan teman-temanku.

Kali ini tak perlu lagi membahas perasaanku karena sedih dan kecewa itu sudah pasti, tak perlu dirasa lagi,nanti juga hilang sendiri. Yang pasti di tengah perasaan negatif itu, terselip sesuatu yang aku nggak tahu namanya apa. Sesuatu yang membuatku tetap merasa -hanya merasa- dia tak mungkin bisa mendapatkan perempuan dengan kualitas seperti diriku. Sejarah mencatat, perempuan2 yang berhubungan dengannya adalah perempuan2 biasa yang tidak berideologi kuat seperti aku. Ideologi kuat yang membuatku jadi pemberontak keras kepala hingga dia membenciku dan enggan membangun komunikasi lagi. Tak apa *angkat bahu*. Dua tahun terakhir ini, narasumberku bilang dia nyaris dekat dengan customer service di sebuah dealer dan akhirnya menikahi customer service di sebuah lembaga kredit. Ya, sepadan lah dengan kualitas dia sebagai individu. Hidupnya standar,tak ada pengalaman2 spiritual atau intelektual selain pengalaman mistis yang dibuatnya sendiri.Sekuat apa kau membuangku, kau takkan bisa mengenyahkanku setiap kau ingat kenangan tentang Sultan Ternate yang kaubangga-banggakan itu. Atau apa pun yang membuatmu terdampar di tempatmu saat ini.

Oke deh, aku tak ingin mengucapkan apa pun.Aku masih marah, tapi tak ingin memikirkannya lagi. Aku mau gemuk,tapi kalau pun sulit, yang penting hidupku tenang dan damai. Mari kembali menulis. Menyelesaikan daftar tulisan yang harus selesai yang kutempel di tembok kamar. Selamat hari Minggu pagi.Salam

Sabtu, 26 Maret 2011

tentang sebuah pintu

Ini cerita tentang sebuah pintu. Bersama seorang teman, kami berdiskusi panjang lebar tentang bagaimana dan kapan kami akan membuka pintu itu. Intensitas diskusi kami membuat saya makin penasaran, makin ingin tahu, makin ingin memegang gerendelnya, lalu mendorong si pintu hingga terbuka.

Namun, saya takut, teramat takut membukanya. Tak hanya takut, tetapi juga bingung. Butuh kekuatan ekstra untuk meraih gerendelnya lalu mendorong hingga terbuka. Apakah saya mempunyai kekuatan itu?Apakah rasa penasaran saya sudah cukup kuat untuk mendorong pintu itu agar terbuka?

Saya belum tahu hingga dua puluh delapan hari ke depan. Selama masa penantian, saya harus mengukur kekuatan,keberanian, dan konsekuensi dari pilihan saya membuka pintu. Kalau pun akhirnya saya putuskan membuka dan masuk ke dalam pintu itu, semoga Tuhan mau mengerti...

Kamis, 24 Februari 2011

menabung rindu

aku menabung rindu

kusimpan lima huruf itu satu demi satu dalam celenganku
senin selasa rabu
kuhitung hingga hari minggu
kuperiksa setiap waktu
sejak pagi hingga saat bulan menyapaku

aku hanya bisa menabung rindu

Sabtu, 29 Januari 2011

Ternyata..

Gara-gara harus cari akte kelahiran lintang, ngga sengaja kubaca-baca lagi tulisanku di masa lalu. Aduuh, ampun deh ternyata kacau banget sintaksis dan morfologinya. malu aku mengklaim diriku pernah jadi editor balairung. Tulisan-tulisan itu ternyata hanya kuedit dari perspektif nilai rasanya. enak dibaca atau nggak, itu aja. Pdahal sekilas saja kubaca, haduuh..ini tulisan kok juelek banget. Teknik menulis yang payah dan baru kusadari setelah menjadi guru bahasa Indonesia.

Ya, selalu ada terang sesudah gelap. MUngkin ini jalan yang Allah tunjukkan buatku dalam rangka mewujudkan cita-citaku sebagai penulis. Ya, meski di lapangan teknik penulisan tidak melulu bersandarkan pada morfologi dan sintaksis yang saklek, setidaknya pengetahuanku yang sudah jauh lebih baik tentang hal ini bisa membantuku menciptakan tulisan yang lebih berisi. Pe-erku sekarang hanya meluangkan waktu, memaksa diriku menulis tentang apa saja. Toh, ide-ide inspiratif itu sudah menari-nari di kepalaku. IDe yang datang dan pergi, yang muncul dan hilang begitu saja. Itulah kenapa aku eprlu netbook,itulah alasan utama kenapa aku membutuhkan si mungil. Supaya aku bisa menulis kapan pun. Sayangnya aku sering tak berdaya saat berhadapan dengan si malas.Hufh..hush..hush..ayo pergi jin malas..

Memikirkan tulisan membuatku jadi semangat lagi, energi negatif yang tadi muncul sedikit mulai terkikis. Alhamdulillah, ada "berharap lebih" yang layak untuk diharapkan. Setidaknya hidupku masih tetap indah, tetap meriah, meski kalian berdua kusimpan ke tempat sampah.

berharap lebih

lagi-lagi aku berharap lebih pada orang-orang yang salah. ini kesekian kalinya bangunan itu roboh lagi. kembali menjadi jengkel, menjadi marah, menjadi benci, menjadi tak berdaya lagi. Ini kali kesekian aku menyesali kebodohan, kekonyolan, dua hal yang sering membuat ulu hatiku sakit atau terbangun kaget lalu sesak nafas. Ini memang keputusan benar yang harus diambil. benar yang baik, kuharap begitu. Benar yang memaksa hatiku bekerja lebih keras untuk ikhlas, untuk menerima, memaklumi, dan memahami. Benar yang memaksa hatiku untuk lebih rajin lagi belajar membangun kesadaran, memaksa hatiku untuk berusaha lebih gigih menciptakan kestabilan emosi dan senantiasa mengingatkan hati agar taklagi berharap lebih.

Lalu apa yang dimaksud dengan berharap sekadarnya?berharap yang seadanya?berharap yang biasa-biasa saja? hm..mungkin berarti berharap yang sesuai realitas atau mungkin tak perlu lagi berharap. yah, meski berharap selalu berarti positif menurut temanku yang psikolog, tapi di titik ini, berharap pada dua orang itu berarti membuka pintu untuk negativitas. Oh tidak!aku tak mau lagi menjamunya. Ternyata keras hati menjadi solusi yang lebih baik dibandingkan melembutkan hati agar semua pihak tak ada yang ditinggalkan, tak ada yang disakiti.

Aku bukan wonder woman yang bisa mengabaikan kecewa, dan patah hati. Sebetulnya aku hanya ingin berhubungan baik, menjadi kawan baik, menjadi sahabat untuk siapa saja. Namun, ada kalanya niat semcam itu tak selamanya bisa diterima, tak selamanya mendapat input yang bagus seperti yang diperkirakan sebelumnya. Ya sudahlah, que sera sera..aku ikut aturan main kalian deh..seperlunya, secukupnya.

Bahkan, lebih baik jika melupakan..ya melepaskan ingatan, melepaskan harapan..berarti melupakan. meski kenangan itu berlipat jumlahnya..