lagi-lagi aku berharap lebih pada orang-orang yang salah. ini kesekian kalinya bangunan itu roboh lagi. kembali menjadi jengkel, menjadi marah, menjadi benci, menjadi tak berdaya lagi. Ini kali kesekian aku menyesali kebodohan, kekonyolan, dua hal yang sering membuat ulu hatiku sakit atau terbangun kaget lalu sesak nafas. Ini memang keputusan benar yang harus diambil. benar yang baik, kuharap begitu. Benar yang memaksa hatiku bekerja lebih keras untuk ikhlas, untuk menerima, memaklumi, dan memahami. Benar yang memaksa hatiku untuk lebih rajin lagi belajar membangun kesadaran, memaksa hatiku untuk berusaha lebih gigih menciptakan kestabilan emosi dan senantiasa mengingatkan hati agar taklagi berharap lebih.
Lalu apa yang dimaksud dengan berharap sekadarnya?berharap yang seadanya?berharap yang biasa-biasa saja? hm..mungkin berarti berharap yang sesuai realitas atau mungkin tak perlu lagi berharap. yah, meski berharap selalu berarti positif menurut temanku yang psikolog, tapi di titik ini, berharap pada dua orang itu berarti membuka pintu untuk negativitas. Oh tidak!aku tak mau lagi menjamunya. Ternyata keras hati menjadi solusi yang lebih baik dibandingkan melembutkan hati agar semua pihak tak ada yang ditinggalkan, tak ada yang disakiti.
Aku bukan wonder woman yang bisa mengabaikan kecewa, dan patah hati. Sebetulnya aku hanya ingin berhubungan baik, menjadi kawan baik, menjadi sahabat untuk siapa saja. Namun, ada kalanya niat semcam itu tak selamanya bisa diterima, tak selamanya mendapat input yang bagus seperti yang diperkirakan sebelumnya. Ya sudahlah, que sera sera..aku ikut aturan main kalian deh..seperlunya, secukupnya.
Bahkan, lebih baik jika melupakan..ya melepaskan ingatan, melepaskan harapan..berarti melupakan. meski kenangan itu berlipat jumlahnya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar