Roman picisan adalah metafor yang kubuat untuk menggambarkan perasaanku terhadap kakak. Mengapa kupilih frase itu? Karena membuatku jadi termehek-mehek tak jelas. Namun, adakah perasaan termehek-mehek yang jelas?
Aku benar-benar lemah menghadapi ini. Ketika dia tak kunjung tiba dalam bentuk pesan singkat atau suara yang menjawab teleponku, aku merasa harus segera melepasnya dan memindahkan fokusku darinya. Bertekad melepas, bertekad menutup, bahkan-sekali pun pak guru melarangnya- aku menganggap melupakan dan menghapus berbagai hal yang berhubungan dengan dirinya adalah hal yang jauh lebih mudah ketimbang belajar memahami 'tepuk tanpa tepuk' itu.
Sayangnya, saat tekad itu kupancangkan, dia muncul lagi. pesannya datang, suaranya bisa kudengar lagi di telepon. Huaaaaahhhhhhhhhh...lagi-lagi ini selemah-lemahnya iman. Setelah itu, dia pergi lagi, aku menunggunya lagi dengan jutaan debar ketidaksabaran. Bukankah itu sangat melelahkan?dan kisah semacam ini, perasaan yang dipendam - tidak dipendam sebetulnya, dia tahu perasaanku. hanya aku yang masih meraba-raba bagaimana perasaannya sesungguhnya - hubungan yang tak jelas, harapan kosong tapi masih tetap dipertahankan, menurutku adalah gambaran roman picisan.
Sebetulnya, aku tahu apa yang harus kulakukan:berhenti dari kekonyolan ini. Namun, entahlah..tak semudah yang kukira. Pikiran dan hatiku tak bisa melepasnya begitu saja.Pak guru pernah bilang,"sampaikan perasaanmu dan lihatlah bagaimana reaksinya. supaya semuanya jeas dan kau terlepas dari kegundahan&kegelisahan itu." Aku tak berani melakukannya, sungguh. aku merasa dia akan pergi jika aku mengutarakan hal ini.Perasaan dan harapanku. Jujur, aku sendiri tak tahu apa yang sebetulnya kuinginkan darinya. Di satu sisi, aku peduli padanya, sangat menyayanginya, dan ingin menghabiskan hidupku dengannya. Sementara, di sisi lain, penilaian orang-orang terhadapnya, terutama mbak niar, sangat memengaruhiku. Aku sedikit curiga, agak tak percaya, sangat penasaran, hingga sampai pada taraf menyelidiki seperti apa dia sebenarnya.
Orang-orang itu menilainya tanpa pernah mengenal dia dari dekat. Itu yang membuatku tak bisa percaya 100 persen. Tak bisa percaya bukan berarti tak mempertimbangkan penilaian-penilaian itu. Aku merasa ada di persimpangan, antara harapan dan kekuatiran. Antara keberanian untuk terus emercayainya dan ketakutan kalau-kalau apa yang kupercaya itu salah.
Aku merasa sudah banyak hal yang terjadi antara kami. Banyak hal yang membahagiakan dan menyakitkan. Adakah dia merasakannya? Sekarang kami tak pernah membahas hal2 macam itu. hum..apa ya yang kami bicarakan sekarang ini?pasca teror G, kami benar2 membatasi diri, aku juga begitu. Semakin aku kuatir dia pergi, semakin aku tak berani bicara tentang kami, tentang perasaanku. Kondisi seperti itu membuatku lelah menduga2, membuatku sedih karena dugaan-dugaan itu hanya menciptakan hipotesis tak kunjung menjadi tesis.
Kapankah ini berakhir?kapankah hatiku bisa konsisten bersikap? Aku merasa sangat berjarak dengan masalahku setiap kali siapa pun datang curhat padaku. Aku menyarankan hal-hal realistis yang baik pada siapa pun yang datang. Menghiburnya dengan harapan-harapan yang konkret sehingga bisa membuat mereka tetap semangat dan berpikir positif. Sementara aku sendiri masih jauh panggang dari api...Ini tak proporsional meskipun Yuli mengatakan itu wajar...Bagiku seharusnya segala sesuatu suci sejak dari pikiran. Seharusnya aku mampu berjuang mewujudkan kesucian itu. lidah, hati, dan rasio seharusnya merupakan kesatuan. Itulah yang membuat hidupku menjadi lebih hidup!
Seharusnya begitu, realitanya?apa yang harus kulakukan?aku serba bimbang tak jelas hendak melakukan apa, memilih yang mana, memfokuskan pikiran pada apa?segala sesuatu berjalin kelindan di kepalaku. Aku tak berani melangkah!! Ayolah diri, kau tak beringsut sedikit pun dari masalahmu. Kau hanya berpindah dari saran yang satu ke saran yang lain. nasihat yang satu ke nasihat yang lain. taksatu pun yang berhasil membuatmu memutuskan langkah apa yang akan kauambil. Tak satu pun!! Kalau terus berlarut-larut, akan seperti apa hidupmu kelak?
Aku menegur diriku sendiri.Ini kejujuranku terhadap diriku sendiri. Aku harus fokus pada masalah. Fokus itu akan membuat pikiranku terpusat dan seperti apa yang pernah kubaca dan kutanamkan pada diriku sendiri bahwa alam semesta akan mendukung pikiran kita jika pikiran itu fokus pada satu hal, tidak berserakan tak karuan.
Jadi, mari mengurai masalah:
1. Hubunganku dengan Gun yang sudah sangat parah. Ego kami makin lama makin tinggi dan tak tersentuh oleh nasihat apa pun. Aku yang merasa sangat terluka akibat kdrt yang dilakukannya dan dia yang terluka akibat hubunganku dengan kakak. Dia mencoba memperbaiki diri dan menawarkan komitmen baru, kutolak mentah2. Ketika kucoba menerima itu, menjalani hidupku bersamanya dengan beragam perasaan taknyaman dan kerinduan yang meledak2 terhadap kakak, dia malah memutuskan untuk berpisah. Ketika giliranku menawarkan komitmen baru dan memperbaiki berbagai hal sembari mengakui kesalahanku, demi keluarga yang sehat secara psikologis untuk Lintang, dia menolaknya. Kuputuskan kembali pindah agar bisa mengurus Lintang lagi meskipun aku taklagi berkomunikasi dengan Gun. Benar-benar tak ada komunikasi, pun tak ada kontak mata lagi di antara kami. Ini benar2 tragis. Aku bersikap diam karena dia sudah memasang status it's complicated dalam accountnya di face book. Itu menyakitkan.Jadi, kuputuskan mendaftarkan gugatan ke pengadilan agama saja.
2. Aku tak boleh membawa Lintang karena dendam Gun pada kakak. Ini membuatku sangat cemas pada perkembangan dan pertumbuhan Lintang kelak. Aku tak percaya Gun bisa mendidik Lintang mengingat seperti apa karakter GUn. Terlebih dalam urusan agama. Gun nol besar. Aku harus perjuangkan lintang. Lintang menjadi alasan pertama dan terkuatku mendaftarkan gugatan ke pengadilan agama.
3.Tentang kakak.Nah, ini yang sulit buatku. Sangat sulit.Teori-teori Pak Guru dibantah olehnya. humm..apakah yang dimaksud pak guru ttg bulan dan matahari itu harus dirahasiakan juga ya?semoga bukan itu. Semoga yang dimaksud harus dirahasiakannya adalah firasatnya ttg aku dan kakak. tentang aku sebagai jawaban yang selama ini kakak cari. Yaa tentang aku yang harus memahami semesta dan merenungkannya. Butuh waktu sangat panjang memang. Aku tak tahu apa yang sudah disiapkan Allah ttg ini. Apa rencana Allah terhadap perasaanku pada kakak. Aku serba tak tahu. Yang pasti, pekerjaan rumahku adalah membaca, merenungi, dan memahami semesta karena di dalamnya jawaban itu berada. Oleh karena itu, aku tak boleh ngoyo, merengek-rengek padanya, menggangggunya dengan sms2ku, mengejarnya seperti rena adalah hal yang tak boleh dilakukan. Bersikaplah sewajarnya, diamlah secukupnya. segala sesuatu menjadi baik jika kita bersikap sak madyanya (bener ngga ya nulisnya?). Hari ini aku bisa mengendalikan perasaanku, kerinduanku. itu sudha cukup. harus dipertahankan dengan cara jangan menghubunginya dulu. Mulailah dalam seminggu ini, lalu sebulan, dua bulan.Cobalah dan aku akan memberi reward bagi diriku sendiri jika berhasil melampaui sebulan penuh tidak menghubunginya.Bismillahirrahmanirrahiim.Kesalahanku adalah selalu tidak berhasil menahan diri untuk tak menghubunginya lagi. Aku punya banyak teman, jadi janganlah bergantung hanya padanya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar